AKU RELA DIPENJARA ASALKAN BERSAMA BUKU, KARENA DENGAN BUKU AKU BEBAS "MOHAMMAD HATTA"

Senin, 20 Maret 2017

NASIB TUGU PROKLAMASI KINI

TUGU PROKLAMASI

Rumah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Menteng, Jakarta Pusat sudah tidak ada lagi. Tidak ada yang perlu diperdebatkan mengenai nilai historis rumah Bung Karno yang kemudian menjadi tempat upacara Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Kini, nama jalan itu sudah berubah menjadi Jalan Proklamasi. Kemudian pada lokasi rumah Bung Karno, telah dibangun Tugu Petir. Dan, tak jauh dari Tugu Petir, berdiri monumen atau Tugu Proklamasi.
Rumah Bung Karno
Tempat di bacakannya Proklmamasi Kemerdekaan Indonesia
17 Agustus 1945

Seperti tampak dalam gambar, monumen itu menampilkan dua figur proklamator, Sukarno – Hatta. Di antara mereka terdapat prasasti naskah proklamasi yang diukir di atas batu marmer hitam. Bentuk tulisan dibuat sama dengan teks proklamasi yang asli.

Bagaimana kondisi monumen yang merupakan cikal-bakal berdirinya Republik Indonesia itu? Sangat memprihatinkan. Tubuh bangunan banyak yang retak. Corat-coret tangan-tangan jahil di sana-sini, air mancur mati, dan banyak juga lampu yang pecah dan tidak diganti. Sebagai monumen yang paling tinggi nilai sejarahnya, Tugu Proklamasi sejatinya paling merana kondisinya.

Jika ingin mengoreksi, posisi tugu proklamasi dan tugu petir itu sendiri bisa menimbulkan salah persepsi masyarakat. Rumah Bung Karno dulunya terletak di lokasi yang sekarang didirikan Tugu Petir. Di situlah Bung Karno membacakan teks proklamasi. Namun dengan komposisi seperti yang sekarang, bisa saja masyarakat menilai Bung Karno membacakan naskah proklamasi di tempat patung Bung Karno didirikan. Salah kaprah.
 
Tugu Petir
Persis dititik ini Bung Karno membacakan Proklamasi
Begitu terbukanya lokasi Tugu Proklamasi, mengakibatkan siapa saja, baik perorangan maupun kelompok bisa memanfaatkan lokasi itu. Tak heran, sejak era Reformas, Tugu Proklamasi dijadikan ajang demo, ajang deklarasi, ajang pentas musik, ajang kongkow, sampai ajang sepakbola di sore hari. Beban Tugu Proklamasi begitu berat, mengakibatkan kondisinya makin parah.
 
Demo

Main Sepak Bola

Ajang bermain anak-anak

Ironisnya, para pemakai, pengunjung, atau kelompok-kelompok yang memanfaatkan lokasi itu, cenderung hanya bisa memakai, tetapi tidak punya kesadaran merawat. Hari demi hari, tugu proklamasi kehilangan nilai kesakralannya. Tidak ada aturan, bahkan seperti ada pembiaran jika kemudian monumen yang begitu tinggi nilai sejarahnya itu menjadi area publik terbuka, bahkan tempat kongkow dan berjualan.

Pembersihan Coretan lantai tugu

Pembersihan Coretan di Tugu

Apakah ini salah satu bentuk mengubur nama dan karya besar Sukarno? (roso daras) 

Semoga untuk kedepannya lebih timbul kesadaran untuk memelihara apa saja yang menjadi aset bangsa atau sejarah berdirinya bangsa ini. karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah. semoga generasi seterusnya dapat lebih memahami bagaimana cara mengahargai perjuangan yang pernah terjadi untuk kemerdekaan negara kita tercinta dan agar tau bagaimana cara menghargainya. semoga juga orang tua zaman sekarang tidak hanya memperkenalkan gadget dan game pada anak-anaknya, tapi juga memperkenalkan sejarah dan mengajarkan cara menghargai sejarah. klik disini

Majulah Indonesiaku 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar