AKU RELA DIPENJARA ASALKAN BERSAMA BUKU, KARENA DENGAN BUKU AKU BEBAS "MOHAMMAD HATTA"

Minggu, 02 April 2017

SEJARAH DIDIRIKANNYA TUGU MONUMEN NASIONAL (MONAS)

TUGU MONUMEN NASIONAL
Menurut sejarah terbentuknya, Monas dibangun hanya untuk mengenang dari jasa serta perjuangan para pahlawan-pahlawan dalam mengusir penjajah belanda yang berada di Indonesia. Pendirian tugu Monas sendiri diperintahkan secara langsung oleh bapak proklamator sekaligus Presiden Indonesia di kala itu, yakni Bapak Ir. Soekarno, dengan mengandeng seorang arsitek yang bernama Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono.
SOEKARNO INSPECT MONAS
Pada awalnya Monas dibangun pada tanggal 17 Agustus 1961 atau tepat saat Indonesia sedang merayakan hari kemerdekaannya yang ke-16 saat itu. Pengerjaannya sendiri saat itu terdiri atas tiga kali bagian waktu.

Monas merupakan monumen (tugu) yang bersimbol keperkasaan perjuangan bangsa Indonesia. Terletak di tengah lapangan Merdeka, yang salah satu bagiannya yakni lapangan Ikada yang pernah digunakan Soekarno dan Hatta sebagai tempat mengadakan rapat raksasa. Keduanya mengumpulkan kekuatan rakyat untuk mengusir penjajah yang akan kembali dan merebut kekuasaan pemerintah dari Jepang.

Pada tanggal 17 Agustus 1954 sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan monumen nasional  yang diperuntukkan hanya untuk semua WNI baik secara kolektif atau individu, yang dibuka 17 Februari 1955 dan ditutup Mei 1956. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad. Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tapi sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria. Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya kepada Soekarno. Akan tetapi Soekarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan monumen itu berbentuk lingga dan yoni.

Frederich Silaban
Silaban kemudian diminta merancang monumen dengan tema seperti itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga biayanya sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi ekonomi saat itu cukup buruk. Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil, dan menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia membaik.

Sayembara kedua dibentuk dengan juri dengan Kepres RI No. 33/1960 dan dimulai 10 Mei 1960. Bentuk tugu yang diharakan panitia sebaiknya mencerminkan kepribadian Indonesia, karya budaya yang menimbulkan semangat patriotik, tiga dimensi, tidak rata, menjulang tinggi, terbuat dari beton, besi, dan batu pualam, serta bisa tahan 1.000 tahun. Dalam sayembara ulangan yang ditutup 15 Oktober 1960, dari peserta 222 orang dan 136 rancangan, masih belum bisa memenuhi kriteria yang ditetapkan panitia.

Arsitek R.M. Soedarsono
Sukarno kemudian meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu. Pembangunan Tugu Monumen Nasional atau Monas berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 214 Tahun 1959 tanggal 30 Agustus 1959 tentang Pembentukan Panitia Monumen Nasional yang diketahui oleh Kolonel Umar Wirahadikusumah, Komandan KMKB Jakarta Raya. Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45, melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu. Tugu Peringatan Nasional ini kemudian dibangun di areal seluas 80 hektar. Tugu ini diarsiteki oleh Friedrich Silaban dan R. M. Soedarsono, mulai dibangun pada 17 Agustus  1961, selesai  pada 12 Juli 1975 dan dibuka untuk umum mulai sejak saat itu.

Sebagai ketua juri, Presiden Soekarno kemudian menunjuk arsitek Soedarsono dan F. Silaban untuk membuat rencana rancangan Tugu Nasional. Setelah ‘rencana gagasan’ disetujui pada 1961, maka dimulai pemancangan tiang pertama tanggal 17 Agustus 1961.

Saat itu dalam pelaksanaannya, Soedarsono bertindak sebagai direksi pelaksana, PN Adhi Karya sebagai pelaksana utama atas dasar upah ditambah jasa, Prof. Ir. Rooseno sebagai supervisor dalam konstruksi beton bertulangnya. Dalam hal wewenang kekuasaan daerah, koordinasi, logistik, perjanjian kerja dengan kontraktor dipegang oleh Umar Wirahadikusuma.

Prof. Ir. Rooseno
supervisor dalam konstruksi beton bertulang
 Umar Wirahadikusuma

Proklamasi 17 Agustus 1945 dijadikan simbol yang dituangkan dalam wujud tugu yakni pembangunan Monas. Hal itu bertujuan agar rakyat selalu bisa mengenang peristiwa yang luar biasa tersebut. Pembangunannya pun dilaksanakan dalam 3 tahap.

Tahap pertama dalam rentang waktu 1961/1962 – 1964/1965, pembangunan dimulai secara resmi pada tanggal 17 Agustus 1961 oleh Presiden Soekarno yang secara seremonial meletakkan pasak beton pertama. Total 284 pasak beton digunakan sebagai fondasi bangunan. Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah nasional. Keseluruhan pemasangan fondasi selesai pada Maret 1962. Dinding museum di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober. Kemudian pembangunan obelisk dimulai dan akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963.

Tahap kedua berlangsung pada rentang waktu 1966 hingga 1968. Akibat terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G-30-S/PKI) dan upaya kudeta, tahap ini sempat tertunda.

Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah. Meskipun pembangunan telah selesai, masalah masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum. Monumen secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia kedua, Soeharto.

Adapun tempat pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka. Lapangan Monas mengalami 5 kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di sekeliling tugu terdapat taman, 2 buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga.

Monumen Nasional terdiri atas beberapa bagian, yaitu: Pintu Gerbang Utama, Ruang Museum Sejarah, Ruang Kemerdekaan, Pelataran Cawan, Puncak Tugu, Api Kemerdekaan, serta Badan Tugu. Seluruh ukuran yang terdapat dalam Tugu Nasional sudah disesuaikan dengan angka hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17-08-1945.

Ruang Museum Sejarah

DIORAMA DIRUANG MUSEUM SEJARAH
Ruang museum sejarah yang terletak tiga meter dibawah permukaan halaman tugu memiliki ukuran 80X80 meter. Dinding serta lantai di ruang itu pun semuanya dilapisi batu marmer. Di dalam ruangan itu, pengunjung disajikan dengan 51 jendela peragaan (diorama) yang mengabadikan sejarah sejak jaman kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia, perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia hingga masa pembangunan di jaman orde baru. Di ruangan ini pula, pengunjung juga dapat mendengar rekaman suara Bung Karno saat membacakan Proklamasi.

Diorama ini dimulai dari sudut timur laut bergerak searah jarum jam menelusuri perjalanan sejarah Indonesia. Mulai masa prasejarah, masa kemaharajaan kuno seperti Sriwijaya dan Majapahit, disusul masa penjajahan bangsa Eropa yang disusul perlawanan para pahlawan nasional pra kemerdekaan melawan VOC dan pemerintah Hindia Belanda. Diorama berlangsung terus hingga masa pergerakan nasional Indonesia awal abad ke-20.

Ruang Kemerdekaan

TANGGA MASUK RUANG KEMERDEKAAN
Sementara di ruang kemerdekaan yang berbentuk amphitheater terletak di dalam cawan tugu, terdapat empat atribut kemerdekaan meliputi peta kepulauan Negara RI , Lambang Negara Bhinneka Tunggal Ika, dan pintu Gapura yang berisi naskah Proklamasi Kemerdekaan.

RUANG KEMERDEKAAN
Ruangan ini menyimpan simbol kenegaraan dan kemerdekaan Republik Indonesia. Diantaranya naskah asli proklamasi kemerdekaan Indonesia yang disimpan dalam kotak kaca di dalam gerbang berlapis emas, lambang negara Indonesia, peta kepulauanNegara Kesatuan Republik Indonesia berlapis emas, dan bendera merah putih. Di dalam ruang kemerdekaan Monumen Nasional ini digunakan sebagai ruang tenang untuk mengheningkan cipta dan bermeditasi mengenang hakikat kemerdekaan dan perjuangan bangsa Indonesia.

Naskah asli proklamasi kemerdekaan Indonesia
disimpan dalam kotak kaca dalam pintu gerbang berlapis emas
Naskah asli proklamasi kemerdekaan Indonesia disimpan dalam kotak kaca dalam pintu gerbang berlapis emas. Pintu mekanis ini terbuat dari perunggu seberat 4 ton berlapis emas dihiasi ukiran bunga teratai yang melambangkan kesucian. Pintu ini terletak pada dinding sisi barat tepat di tengah ruangan dan berlapis marmer hitam. Pintu ini dikenal dengan nama Gerbang Kemerdekaan yang secara mekanis akan membuka seraya memperdengarkan lagu “Padamu Negeri” diikuti kemudian oleh rekaman suara Soekarno tengah membacakan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945. Pada sisi selatan terdapat patung Garuda Pancasila, lambang negara Indonesia terbuat dari perunggu seberat 3,5 ton dan berlapis emas.

Pelataran Puncak Tugu

PELATARAN PUNCAK TUGU
Di pelataran puncak tugu yang terletak pada ketinggian 115 meter dari halaman tugu memiliki ukuran 11X11 meter, pengunjung dapat mencapai pelataran itu dengan menggunakan elevator (lift-red) tunggal yang berkapasitas sekitar 11 orang. Pada sekeliling badan elevator terdapat tangga darurat yang terbuat dari besi.

Di pelataran yang mampu menampung sekitar 50 orang itu juga disediakan empat teropong di setiap sudut, dimana pengunjung bisa melihat pemandangan Kota Jakarta dari ketinggian 132 meter dari halaman tugu Monas.

PELATARAN PENOPANG LIDAH API
Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang nyala lampu perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 kg. Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Lidah api ini sebagai simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan. Awalnya nyala  api perunggu ini dilapisi lembaran emas seberat 35 kg, akan tetapi untuk menyambut perayaan setengah abad (50 tahun) kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lembaran emas ini dilapis ulang sehingga mencapai berat 50 kg lembaran emas.

Puncak tugu berupa “Api Nan Tak Kunjung Padam” yang bermakna agar bangsa Indonesia senantiasa memiliki semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa. Tinggi pelataran cawan dari dasar 17 meter, sedangkan rentang tinggi antara ruang museum sejarah ke dasar cawan adalah 8 meter (3 meter dibawah tanah ditambah 5 meter tangga menuju dasar cawan). Luas pelataran yang berbentuk bujur sangkar, berukuran 45 x 45 meter, semuanya merupakan pelestarian angka keramat Proklamasi Kemerdekaan RI (17-8-1945). Sebanyak 28 kg dari 38 kg emas pada obor monas tersebut merupakan sumbangan dari Teuku Markam, seorang pengusaha Aceh yang menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia.

Lidah Api

LIDAH API

Lidah api yang terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton dengan tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter, terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Seluruh lidah api dilapisi lempengan emas seberat 35 kilogram, dan kemudian pada HUT ke-50 RI, emas yang melapisi lidah api itu ditambah menjadi 50 kilogram.

Puncak tugu berupa 'Api Nan Tak Kunjung Padam' yang bermakna agar Bangsa Indonesia senantiasa memiliki semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa

Kolam Pendingin

KOLAM PENDINGIN
Kolam pendingin berukuran 45 m x 45 m merupakan bagian dari system pendinginan udara didalam bangunan Tugu. Air mancur yang terdapat dalam kolam itu mempunyai dua fungsi,  pertama untuk mendinginkan air yang telah dipakai untuk AC dan kedua sebagai fungsi penghias Taman Medan Merdeka


Ruang Mesin


Guna memenuhi listrik untuk penerangan dan pendingin udara (AC) dibuat gardu  induk dalam bangunan tersendiri dibawah tanah (bunker) disisi utara Taman Medan Merdeka.

Patung Diponegoro


Keberadaan patung diponegoro dibagian Utara Taman Medan Merdeka menambah keagungan dan keanggunan terdendiri terhadap bagunan Tugu Monumen Nasional. Patung yang dibuat pemahat Italia Prof. Cobertaldo ini adalah sumbangan Konsul Jendral Kehormatan Indonesia, Dr. Mario Pitto sebagai penghargaan dan tanda terima kasih  serta kekagumannya terhadap bangsa Indonesia.

Terowongan Bawah Tanah


Terletak dikedalaman 4 meter di bawah Monas, museum ini hanya bisa dimasuki melalui 1 terowongan bawah tanah yang berada di bawah lingkar Monas yang menghadap ke arah patung pangeran Diponegoro yang sedang menaiki kuda.

Pintu masuk terowongan tersebut berada di belakang patung pangeran Diponegoro, cukup menuruni tangga dan ikuti saja jalan lalu kita akan bertemu dengan loket tiket.

Relief Sejarah Indonesia


Pada halaman luar mengelilingi monumen, pada tiap sudutnya terdapat relief timbul yang menggambarkan sejarah Indonesia. Relief ini bermula di sudut timur laut dengan mengabadikan kejayaan Nusantara pada masa lampau; menampilkan sejarah Singhasari dan Majapahit. Relief ini berlanjut secara kronologis searah jarum jam menuju sudut tenggara, barat daya, dan barat laut. Secara kronologis menggambarkan masa penjajahan Belanda, perlawanan rakyat Indonesia dan pahlawan-pahlawan  nasional Indonesia, terbentuknya organisasi modern yang memperjuangkan Indonesia Merdeka pada awal abad ke-20, Sumpah Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perang Dunia II, proklamasi kemerdekaan Indonesia disusul Revolusi dan Perang kemerdekaan Republik Indonesia, hingga mencapai masa pembangunan Indonesia modern. Relief dan patung-patung ini dibuat dari semen dengan kerangka pipa atau logam. NEXT

ARTI ANGKA PADA TUBUH MONAS
ADALAH TANGGAL KEMERDEKAAN INDONESIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar