Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ
: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : إِنَّ
اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى
صُوَرِكُمْ وَ أَمْوَالِكُمْ
وَ لَكِنْ يَنْظُرُ
إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu, ia berkat, Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam telah
bersabda : "Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak
kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian"
Secara bahasa pengertian ikhlas
bermakna bersih, murni dan khusus. (Mukthar As-shihah: 163). Adapun secara
terminologi atau istilah kata ikhlas ada yang mendefinisikan dengan :
"Adalah suatu pengosongan
maksud ( tujuan ) untuk bertaqarub kepada Allah Yang Maha Mulia dari segala
macam noda (kehidupan)"
Ada juga yang mendefinisikan
ikhlas adalah ifraadullah (mengesakan Allah) dalam maksud dan ketaatan.
Dari definisi tersebut di atas
dapat dinyatakan bahwa Pengertian Arti Ikhlas Menurut Bahasa dan Istilah dalam
Pandangan Islam adalah suatu aktifitas rohani (baca:hati) yang menghendaki
keridhaan Allah dengan suatu amal, membersihkannya dari segala noda individual
maupun duniawi. Tidak ada yang melatarbelakangi suatu amal kecuali karena Allah
dan demi hari akhirat. Tidak ada noda yang mencampuri suatu amal, seperti
kecendrungan kepada duniawi untuk dirinya sendiri baik yang tampak maupun
tersembunyi, atau karena harta rampasan, karena syahwat, kedudukan, harta
benda, ketenaran, mencari sanjungan, ataupun alasan-alasan lainnya yang tidak
terpuji yang intinya menghendaki selain Allah dengan suatu amal, siapapun dan
apa pun.
IKHLAS DALAM PANDANGAN ISLAM
Al Harawi mengatakan : "Ikhlas
ialah, membersihkan amal dari setiap noda.” Yang lain berkata : “Seorang yang
ikhlas ialah, seorang yang tidak mencari perhatian di hati manusia dalam rangka
memperbaiki hatinya di hadapan Allah, dan tidak suka seandainya manusia sampai
memperhatikan amalnya, meskipun hanya seberat biji sawi"
Abu ‘Utsman berkata : "Ikhlas
ialah, melupakan pandangan makhluk, dengan selalu melihat kepada Khaliq
(Allah)"
Abu Hudzaifah Al Mar’asyi berkata
: "Ikhlas ialah, kesesuaian perbuatan seorang hamba antara lahir dan batin"
Abu ‘Ali Fudhail bin ‘Iyadh
berkata : "Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’. Dan beramal karena
manusia adalah syirik. Dan ikhlas ialah, apabila Allah menyelamatkan kamu dari
keduanya"
Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘Utsaimin berpendapat, arti ikhlas karena Allah ialah, apabila seseorang
melaksanakan ibadah yang tujuannya untuk taqarrub kepada Allah dan mencapai
tempat kemuliaanNya.
SULITNYA MEWUJUDKAN IKHLAS
Mewujudkan ikhlas bukan pekerjaan
yang mudah seperti anggapan orang jahil. Para ulama yang telah meniti jalan
kepada Allah telah menegaskan sulitnya ikhlas dan beratnya mewujudkan ikhlas di
dalam hati, kecuali orang yang memang dimudahkan Allah.
Imam Sufyan Ats Tsauri
berkata, "Tidaklah aku mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati
niatku, sebab ia senantiasa berbolak-balik pada diriku."
Karena itu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berdo’a:
يَا
مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ، ثَبِّتْ
قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ
"Ya, Rabb yang membolak-balikkan
hati, teguhkanlah hatiku pada agamaMu"
Lalu seorang sahabat berkata,"Ya
Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau bawa kepada kami?" Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,"Ya, karena sesungguhnya seluruh
hati manusia di antara dua jari tangan Allah, dan Allah membolak-balikan hati
sekehendakNya". [HR Ahmad, VI/302; Hakim, I/525; Tirmidzi, no. 3522, lihat
Shahih At Tirmidzi, III/171 no. 2792; Shahih Jami’ush Shagir, no.7987 dan
Zhilalul Jannah Fi Takhrijis Sunnah, no. 225 dari sahabat Anas].
Yahya bin Abi Katsir
berkata,"Belajarlah niat, karena niat lebih penting daripada amal"
Muththarif bin Abdullah
berkata, "Kebaikan hati tergantung kepada kebaikan amal, dan kebaikan amal
bergantung kepada kebaikan niat"
Pernah ada orang bertanya kepada
Suhail: "Apakah yang paling berat bagi nafsu manusia?” Ia menjawab,”Ikhlas,
sebab nafsu tidak pernah memiliki bagian dari ikhlas"
Dikisahkan ada seorang ‘alim yang
selalu shalat di shaf paling depan. Suatu hari ia datang terlambat, maka ia
mendapat shalat di shaf kedua. Di dalam benaknya terbersit rasa malu kepada
para jama’ah lain yang melihatnya. Maka pada saat itulah, ia menyadari bahwa
sebenarnya kesenangan dan ketenangan hatinya ketika shalat di shaf pertama pada
hari-hari sebelumnya disebabkan karena ingin dilihat orang lain.
Yusuf bin Husain Ar Razi
berkata,"Sesuatu yang paling sulit di dunia adalah ikhlas. Aku sudah bersungguh-sungguh
untuk menghilangkan riya’ dari hatiku, seolah-olah timbul riya, dengan warna yang lain." Selanjutnya
Sumber:
https://almanhaj.or.id/2977-pengertian-ikhlas.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar