AKU RELA DIPENJARA ASALKAN BERSAMA BUKU, KARENA DENGAN BUKU AKU BEBAS "MOHAMMAD HATTA"

Sabtu, 29 April 2017

BELAJAR IKHLAS


Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَ أَمْوَالِكُمْ وَ لَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkat, Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam telah bersabda : "Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian"

Secara bahasa pengertian ikhlas bermakna bersih, murni dan khusus. (Mukthar As-shihah: 163). Adapun secara terminologi atau istilah kata ikhlas ada yang mendefinisikan dengan :

"Adalah suatu pengosongan maksud ( tujuan ) untuk bertaqarub kepada Allah Yang Maha Mulia dari segala macam noda (kehidupan)"

Ada juga yang mendefinisikan ikhlas adalah ifraadullah (mengesakan Allah) dalam maksud dan ketaatan.

Dari definisi tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa Pengertian Arti Ikhlas Menurut Bahasa dan Istilah dalam Pandangan Islam adalah suatu aktifitas rohani (baca:hati) yang menghendaki keridhaan Allah dengan suatu amal, membersihkannya dari segala noda individual maupun duniawi. Tidak ada yang melatarbelakangi suatu amal kecuali karena Allah dan demi hari akhirat. Tidak ada noda yang mencampuri suatu amal, seperti kecendrungan kepada duniawi untuk dirinya sendiri baik yang tampak maupun tersembunyi, atau karena harta rampasan, karena syahwat, kedudukan, harta benda, ketenaran, mencari sanjungan, ataupun alasan-alasan lainnya yang tidak terpuji yang intinya menghendaki selain Allah dengan suatu amal, siapapun dan apa pun.

IKHLAS DALAM PANDANGAN ISLAM

Al Harawi mengatakan : "Ikhlas ialah, membersihkan amal dari setiap noda.” Yang lain berkata : “Seorang yang ikhlas ialah, seorang yang tidak mencari perhatian di hati manusia dalam rangka memperbaiki hatinya di hadapan Allah, dan tidak suka seandainya manusia sampai memperhatikan amalnya, meskipun hanya seberat biji sawi"

Abu ‘Utsman berkata : "Ikhlas ialah, melupakan pandangan makhluk, dengan selalu melihat kepada Khaliq (Allah)"

Abu Hudzaifah Al Mar’asyi berkata : "Ikhlas ialah, kesesuaian perbuatan seorang hamba antara lahir dan batin"

Abu ‘Ali Fudhail bin ‘Iyadh berkata : "Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’. Dan beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas ialah, apabila Allah menyelamatkan kamu dari keduanya"

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berpendapat, arti ikhlas karena Allah ialah, apabila seseorang melaksanakan ibadah yang tujuannya untuk taqarrub kepada Allah dan mencapai tempat kemuliaanNya.

SULITNYA MEWUJUDKAN IKHLAS

Mewujudkan ikhlas bukan pekerjaan yang mudah seperti anggapan orang jahil. Para ulama yang telah meniti jalan kepada Allah telah menegaskan sulitnya ikhlas dan beratnya mewujudkan ikhlas di dalam hati, kecuali orang yang memang dimudahkan Allah.

Imam Sufyan Ats Tsauri berkata, "Tidaklah aku mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati niatku, sebab ia senantiasa berbolak-balik pada diriku."

Karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a:

يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ

"Ya, Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agamaMu"

Lalu seorang sahabat berkata,"Ya Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau bawa kepada kami?" Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,"Ya, karena sesungguhnya seluruh hati manusia di antara dua jari tangan Allah, dan Allah membolak-balikan hati sekehendakNya". [HR Ahmad, VI/302; Hakim, I/525; Tirmidzi, no. 3522, lihat Shahih At Tirmidzi, III/171 no. 2792; Shahih Jami’ush Shagir, no.7987 dan Zhilalul Jannah Fi Takhrijis Sunnah, no. 225 dari sahabat Anas].

Yahya bin Abi Katsir berkata,"Belajarlah niat, karena niat lebih penting daripada amal"

Muththarif bin Abdullah berkata, "Kebaikan hati tergantung kepada kebaikan amal, dan kebaikan amal bergantung kepada kebaikan niat"

Pernah ada orang bertanya kepada Suhail: "Apakah yang paling berat bagi nafsu manusia?” Ia menjawab,”Ikhlas, sebab nafsu tidak pernah memiliki bagian dari ikhlas"

Dikisahkan ada seorang ‘alim yang selalu shalat di shaf paling depan. Suatu hari ia datang terlambat, maka ia mendapat shalat di shaf kedua. Di dalam benaknya terbersit rasa malu kepada para jama’ah lain yang melihatnya. Maka pada saat itulah, ia menyadari bahwa sebenarnya kesenangan dan ketenangan hatinya ketika shalat di shaf pertama pada hari-hari sebelumnya disebabkan karena ingin dilihat orang lain.

Yusuf bin Husain Ar Razi berkata,"Sesuatu yang paling sulit di dunia adalah ikhlas. Aku sudah bersungguh-sungguh untuk menghilangkan riya’ dari hatiku, seolah-olah timbul riya, dengan warna  yang lain." Selanjutnya


Sumber: https://almanhaj.or.id/2977-pengertian-ikhlas.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar