Aku terbangun saat nada sms di HP bututku berbunyi standar dua kali, kupaksa kelopak mataku merenggang sedikit seiring tanganku yang sibuk mencari keberadaan HP jelek itu. Jam 00.00 tanggal 25 mei 2011,, sms yang aku terima adalah sms ucapan selamat ulang tahun dari sahabatku, ucapan selamat seiring doa yang panjang untuk kebahagiaanku. Aku menangis, air mataku betul-betul tak bisa kutahan, rasa sakit merobek selaput pembungkus hatiku sehingga hati terasa dingin dan menggigil, tak sedikitpun kehangatan disana seperti mimpi yang pernah singgah saat dulu sebelum aku masuki usia ini.
22, pernah jadi usia yang paling kunanti, karna dulu aku dan dia yang kucinta pernah punya mimpi yang indah bila suatu hari kumasuki usia ini, tapi seiring waktu semua jadi berubah, kini saat kumasuki usia ini perlahan air mataku menetes, karna mimpi yang pernah kulukis indah yang akan aku gapai diusia ini kini jadi masa lalu yang melukaiku, dia menjauh dan melupakan mimpi itu, dia katakan padaku kalau dia telah punya calon pendamping yang baru tanpa hirau air mataku yang tak kuasa kubendung. Kini aku sendiri disini, mengenangnya dan mimpi itu, dan aku tak sanggup menjawab pertanyaan orang-orang disekitarku tentang mimpi-mimpiku itu, aku berusaha menjauh dan lupa tapi aku tak bisa, dia dan kalimat-kalimatnya terus saja ikut dibelakangku, bagaimana aku takkan menangis.
Air mataku terus saja mengalir hingga adzan subuh berkumandang, berat tubuh ini kubangunkan, seakan tak mampu ku bopong, kakiku seakan tak kuasa berjalan bahkan hanya untuk mengantarku ke kamar mandi untuk berwudhuk.
Entah berapa lama aku berdzikir dan entah berapa banyak doa yang aku sampaikan pada sang khaliq, namun aku masih saja menangis, seluruh persendianku seakan lepas. Oh Tuhan…
Aku masih saja tak bisa marah padanya, aku masih anggap dia yang terbaik bahkan saat kutau kalau kalimat dan sikapnya telah sangat melukaiku dan keluargaku. Aku masih ingin dia tau betapa aku rindukan dia, aku masih ingin dia tau betapa aku sangat cintai dia, sangat sayangi dia, aku masih ingin bermimpi dan menggapai mimpi-mimpi itu bersamanya, bagaimana mungkin aku bisa lepaskan semuanya dengan begitu cepat, terluka seakan seperti makanan pokok semenjak dia memaksa melangkah pergi meninggalkan istana hatiku dan mencari istana baru yang menurutnya lebih indah.
Tuhan, sadarkan aku betapa aku tak pantas untuknya, kuatkan aku untuk bisa terima kesakitan ini, ikhlaskan hatiku tuk bisa terima semua dan biarkan aku tetap tersenyum untuk orang-orang yang ada disekitarku, untuk mereka yang menyayangiku.
Ku pernah bertanya sendiri dalam sepiku, bagaimana membuat orang-orang disekitarku bahagia?. Aku tak pernah mengerti bagaimana cara yang tepat tuk sekedar buat mereka tersenyum dan bangga dengan keberadaanku.
Aku pernah tak bisa bangkit dari tidurku, mataku tak bisa kubuka karna sudah terlalu merapat dan lengket oleh air mata yang tak mungkin bisa kutahan lagi, aku pernah tak bisa menelan makanan yang bahkan walau segelas air putih pelepas dahagaku, aku pernah tak mengerti kenapa aku. Kini semua semakin terasa, seiring jatah hidupku yang makin berkurang.
Kini, kupaksa hatiku untuk jadi optimis dengan semua kejadian, berusaha tertawa saat air mataku hampir saja mencari celah, berusaha tersenyum walau sebenernya hatiku menangis, berusaha riang saat sebenernya aku merasa sepi.
Adakalanya kita memang harus pura-pura bahagia, pura-pura tegar, pura-pura kuat dan hebat, pura-pura tangguh dan bisa menerima semuanya dengan senang hati. Ini untuk orang-orang disekitar kita yang tak ingin melihat kita terluka dan menangis. Walau aku pernah berlari dan mencari tempat bersembunyi tuk bisa menangis, menahan isak yang menyesak ke dada, meremas-remas paru-paruku hingga terasa sangat sakit. Aku paksa hatiku tuk tetap bahagia, bahagia tuk jadi cahaya bagi lentera ketegaran, walau jiwa terasa kosong namun masih ada Tuhan dalam sukma dan selamanya akan terus ada. Tuhan, jadikanlah aku kuat untuk semua yang terjadi dalam hidupku…
MENANGIS
Aku menangis saatku rasakan langkahnya semakin jauh
Saat kucoba ikhlas dan melepasnya dengan tersenyum
Saat ku harus ucapkan kalimat selamat berbahagia untuknya
Saat ku harus belajar sendiri tanpa lagi bersamanya
Saat ku mulai hidup baru, sendiri
Saat tak ada lagi yang bisa ku sapa lewat pesan singkatku
Tanpa ada lagi dia tempat ku biasa mengadukan sakit dan lelahku
Mengadukan bahagia dan gundahku
Mungkinkah ada waktu untukku untuk tidak lagi menangis mengingatnya
Dia yang melukaiku atau keadaan yang memaksa
Dia yang salah atau takdir yang meminta
Aku menangis, dan belum bisa berhenti menangis
Aku masih belum lebih kuat dari karang, masih belum hebat dari merapi
Aku masih lemah bila tak ada dia bersamaku
Tuhan, selamatkan aku,,,,,,,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar