Hujan, hampir setengah jam dan membuatku makin basah kuyup, namun langkah kaki yang gontai tak urung tuk berhenti walau sejenak memberikan hangat tuk tubuhku yang sungguh kedinginan menusuk sampai ketulang, gigiku perlahan mengatup dan menggigit bibir berkali-kali, air yang lewat dibibirku beberapa kali tertelan dan membuat perutku terasa ngilu karna memang belum sempat kuisi dari tadi pagi.
Perlahan kubuka pangkuan tangan yang mengalungi tubuhku yang menggigil, kulihat jam ditangan kiriku, jarum pendeknya standby di angka 3 dan jarum panjang nangkring diangka 9, ini pertanda ashar sudah masuk. Mataku melihat kiri kanan jalan tapi tak kulihat satupun mesjid untukku menunaikan ibadah shalat, bajuku makin basah kuyup, sepertinya tak mungkin juga aku masuk mesjid dalam keadaan basah-basah, aku harus pulang sebelum ashar dikejar magrib.
Biskota yang aku tumpangi berhenti tepat didepan sebuah bangunan sederhana yang dicat dengan warna ungu yang membuat bangunan itu tampak sedikit lebih segar, aku meloncat turun sambil tersenyum simpul pada karnet yang dari awal aku naik tak berhenti mamandangiku yang kedinginan, aku tak tau dia berfikir apa tentangku, aku hanya bisa diam dan pasrah dengan semua penilaian yang hanya dia saja yang tau.
Kulewati beberapa kamar dilorong kos-kosan putri ini dan berbelok sedikit kekiri, aku terhenti dipintu yang beda dengan pintu kamar yang lain karena dipintu itu tertempel stiker “POLICE LINE DO NOT CROSS”, dan dibawahnya terdapat sebuah gambar kartun polisi yang sedang menunggangi kuda putih, menurut aku gambar itu seperti pahlawan kesiangan, masa polisi nunggang kuda yang bener ajah, harusnya mereka kan naik motor ato mobil patroli.
Kuketuk pintu dua kali kemudian membungkuk membuka tali sepatu ket yang aku kenakan, saat sepatuku lepas dan berdiri pintu dibuka oleh wanita kurus berwajah tirus dan dia lebih pendek dariku, sedagu.matanya merah dan menatapku dengan wajah yang sungguh tidak menyenangkan, aku bisa tebak dia baru saja menangis.
“kamu kenapa?” tanyaku mencairkan suasana
Alin memelukku dengan erat, tangisannya kembali melebur seperti tak tertahan lagi, aku hanya diam menunggu jawaban pertanyaan singkatku tadi yang sempat buat dia sampai menangis terisak seperti ini “aku baru bangun jam 10 tadi, pas aku bangun kamu udah ga ada disamping aku,aku Tanya sama anak-anak yang lain ga satupun dari mereka yang liat kamu, trus aku hubungi nomer kamu malah dua-duanya ga aktif, udah gitu aku baru aja lihat kasus bunuh diri di rel kereta api diberita siang tadi,,, aku takut kamu kenapa-kenapa, aku takut kamu nekat, aku takut kamu bunuh diri,,, kasus di TV tu sama ma kasus yang kamu alami kei,, aku…
“Alin stop!!!” aku melepaskan pelukan Alin setelah aku tau kenapa dia nangis, Alin terpaku dan tiba-tiba terdiam, wajah imutnya membuatku ingin kembali memeluknya, aku tau dia sangat mencemaskanku, aku ngerti aku adalah sahabat yang dia sayang, dan akupun menyayangi Alin seperti saudara kandungku sendiri “jadi dari tadi kamu ga kuliah Cuma gara-gara mikirin aku??” tanyaku dengan tenang, Alin tertunduk, kuusap air matanya dengan kedua tanganku.
Kumasuk kamar dan meggandeng Alin ditangan kananku “aku masih ingin hidup Lin, walopun ga sama dia aku juga masih pingin bahagia,,, jujur aku emang sedih,, bahkan mungkin kata sedih belum cukup untuk menggambarkan betapa pedihnya yang aku rasakan,, tapi buat aku ini adalah proses dalam hidup yang harus aku jalani,,, dan,,, aku juga masih punya keluarga, aku ga boleh egois dengan terusan memikirkan laki-laki yang tidak sedikitpun menghargai perasaanku dan keluargaku…” jelasku pada Alin yang masih berdiri disampingku
Kulempar tasku yang basah dan kubuka arloji ditanganku yang mulai membuat tanganku terasa gatal “Aku tau Lin… mimpiku kedepan akan berbeda dengan mimpi Keira yang dulu,, aku juga tau Keira yang sekarang tak ada apa-apanya, Keira yang sekarang rapuh, Keira yang sekarang bagai mayat bernyawa,,, tapi sampai kapan aku akan terpuruk dan memikirkannya yang tak pernah sedetikpun memikirkanku,,,” aku ajak Alin duduk bersamaku “semua udah terjadi Lin,,, menyesalpun udah ga guna,,, aku gak mau menyesal, karna kalau aku menyesal aku jadi merasa bersalah pada ibuku,,, dia yang dulu selalu berpesan setiap kali aku turun dari rumah,,,,” aku menelan ludahku sambil mencoba mengingat wajah ibuku yang mulai menua “Nak, pilihan hidupmu kamu yang menentukan, siapapun pasangan hidup yang kamu pilih ibu yakin itulah yang terbaik, karna ibu tau kamu tidak akan salah dalam memilih,,, tapi pesan ibu,,, seperti apapun besarnya kamu mencintainya,,, jangan pernah kamu melakukan hal yang diluar batas dengannya,,, banyak cara lain untuk membuktikan cinta nak,,, ibu ga mau kamu menyesal kemudian,, karna penyesalan itu memang slalu datang belakangan”
Air mataku terjatuh,, pesan itu bagai ujung tombak yang semakin hari semakin menusuk lebih dalam ke ulu hatiku, semakin dalam luka yang diciptakannya semakin sakit terasa bagai mancabut setiap tulang-tulang penyokong tubuhku. Oh Tuhan, betapa kecewanya beliau kalau saja beliau tau kalau aku telah membuktikan cintaku dengan cara yang salah, dengan cara yang dilarang oleh ibundaku, dengan cara yang dilarang oleh tuhanku, dengan cara yang dilarang oleh hukum dan norma,,,, oh tuhan sakit yang kurasakan tak lebih sakit dari rasa kecewa yang akan dirasakan oleh wanita yang melahirkanku kalau saja dia tau, bahkan untuk membayangkannyapun aku tak mampu. Aku tak pernah sanggup melihatnya menangis, aku tak pernah bisa melihat air matanya meleleh perlahan diiringi suaranya yang meratap sedih dan kecewa dengan ulah anak kebanggannya, anak kesayangannya, anak perempuan yang dulu sangat sulit mendapatkannya.
Alin mendekatkan tubuhnya padaku, air matanya kembali terjatuh melihatku mulai menangis. Alin, saudaraku itu memang paling memahami isi hatiku, aku tak pernah tau entah apa yang akan terjadi padaku dan keluargaku kalau aku tak punya seorang sahabat seperti Alin. Karna Alin lah sampai saat ini aku masih bisa menghirup oksigen. Hampirku menabrakan diri direl kereta api dan dicegah oleh Alin, hampir kusayat urat nadi tangan kiriku dan Alin lebih dulu merobek tangannya dengan silet untuk mencegahku. Oh Tuhan, terima kasih telah mengirimkan aku sahabat yang begitu mulia hatinya, sehingga dia selalu dan selalu peduli denganku dan keselamatanku.
“aku ingin punya sayap Lin” kataku pada Alin yang meletakkan kepalanya dibahuku
“kenapa?” Tanya Alin tanpa mengangkat kepalanya
“kalau suatu hari kita udah punya kehidupan masing-masing dan kita sulit tuk bertemu lagi aku akan terbang kelangit lalu menulis nama kamu di awan,,,, biar semua orang tau,, aku bahagia punya sahabat sepertimu!!” jawabku menangis
Alin memelukku dan terisak “kamu jahat Kei” katanya disela tangisannya
“aku ga jahat.. aku sayang sahabatku” jawabku
“kamu jahat,,, karna kamu tega buat aku menangis dengan kamu ngomong kek gitu” jawab Alin memelukku makin erat
“kamu labih jahat Lin” balasku melepas Alin dengan memasang wajah manyun
“kenapa?” Alin balas lagi dengan wajah yang jauh lebih manyun
“karna Alin terlalu baek,,, aku yakin aku akan takut buat pisah ma kamu lin!!” jawab aku menangis
Alin kembali memelukku “walau kita pisah tapi kita tidak akan pernah saling melupakan,,, ingat janji persahabatan kita dengan anak-anak kan??... satu dari kita ga punya tangan kita masih punya sepuluh tangan yang lain,,, satu dari kita ga punya kaki kita masih punya sepuluh kaki yang lain,,, kita akan saling melengkapi karna kita adalah satu,,,” Alin tersenyum “walopun kita udah pisah-pisah ma anak-anak yang lain,, tapi kita akan tetap saling mengingat Kei” sambung Alin lagi
Aku tak pernah takut kehilangan siapapun, aku tak juga takut kehilangan diriku, tapi kenapa aku tiba-tiba takut akan kehilangan mimpi-mimpi dihari depanku, mimpi yang begitu banyak dan indah, semua bagai musnah dalam sekejap oleh laki-laki yang aku sayangi yang sedikitpun tidak bertanggung jawab atas perbuatannya. Aku mungkin buruk dan hina, tapi semangat yang diberikan sahabat-sahabatku bagai mensiu yang mengisi peluru kosong dan siap memusnahkan kehampaan yang menyusup bagai penjajah yang mau menguasai hatiku. Aku tetap berusaha dan tak pernah diam untuk tetap bangkit dari dilema yang menggrogoti sampai kepembuluh darahku. Aku akan jalani semua karena walau kutahu tuhan marah padaku aku tetap hambanya yang siap untuk dimaafkan disaat aku bertobat dan mohon ampun.
Aku juga gak munafik, kalau sebenarnya laki-laki penghianat itu termasuk dalam visi dan misi hari depanku, dia adalah mimpi rumah tanggaku, dialah orang yang ingin kujadikan pemimpin dan raja dihatiku selamanya. Tapi, aku salah, semua benar-benar salah. Aku telah salah mempercayakan semua padanya, bahkan aku tak pernah sadar kalau aku adalah urutan kesekian dari perjalanan kisahnya untuk menghianati hatiku yang sungguh-sungguh mencintanya. Oh Tuhan, kalau saja ini belum terlambat, aku masih ingin memanjatkan doa yang sama seperti saat dulu aku masih bersamanya, doa yang selalu aku sampaikan dengan tulus “Ya Allah, siapapun jodoh pilihanmu aku yakin dialah yang terbaik untukku, tapi aku ingin dia yang sekarang bersamaku yang menjadi jodohku,, bolehkah jodoh pilihanmu ditukar aja sama dia yang sekarang bersamaku tuhan?,, bolehkah aku mencintainya dan terus mencintainya??,, aku mohon jangan biarkan aku menyakitinya”
Oh Tuhan, kenapa aku tak pernah berdoa supaya dia tidak pernah menyakitiku dan tidak akan meninggalkanku, kenapa aku malah meminta sama tuhan supaya aku tidak pernah menyakitinya, segitu besarkah aku mencintainya dan mempercayainya?. Tapi aku yakin ini bukan terlambat, kalau dia memang benar-benar mencintaiku tanpa aku berdoa dia pasti akan mencintaiku dan menghargaiku sebagai orang yang tulus mencintainya.
Kini dia telah pergi, dia pergi bersama pilihan hati yang tempo hari pernah aku lihat, bahagianya wanita itu digandeng oleh laki-laki yang sangat kucintai, bahagianya dia dicintai oleh laki-laki yang menghianatiku dan menghancurkan hari depanku, tapi dia tak pernah tau betapa sakitnya aku saat melihat semua itu, bahkan pernah membayangkannya pun aku merasa sakit, apalagi itu kenyataan visual yang tak mungkin aku elakkan.
Semua hampir saja membunuhku, Alin sang penyelamat takkan pernah berhenti menghiburku dan mengajarkan aku untuk lupa dengan semua yang pernah terjadi dalam hidupku. Kutarik nafas dalam saat mobil silver ini berhenti didepan kos Alin “Aku ada kuliah siang ne kei,, kamu mau kemana ajah itu boleh,, tapi harus pake mobil,,,, dan HP kamu harus aktif 24 jam okey?” kata Alin mematikan mesin mobil “sebenernya aku capek n males kuliah kei… aku mau temenkan kamu ajah jalan-jalan” sambungnya masih duduk dibangku kemudi
“Turun sana… aku mau ke RS Bedah mau masukin lamaran kerja,, aku capek nganggur,,, dan kamu,,, tolong sadar ama jadwal kuliah,, aku ga akan bunuh diri… aku bukan korban sinetron yank,,, yang dikit-dikit bunuh diri,, kalo artis mah enak bisa hidup lagi,,, kalo aku?? mati ya mati aja,,” jelasku “ya udah turun sono!!” sambungku mengusir Alin
Alin turun dengan wajah manyun “jangan nabrakin diri ya,,, ga bakal aku kubur,, aku jadiin mummy kamu kei!” kata Alin dari pintu
Aku pindah kebangku kemudi dan menarik pintu “ide yang bagus,,,” jawabku kemudian tancap gas dan ninggalin Alin dengan wajah penasaran
Lagu yang mendayu-dayu diseantaro mobil Alin buatku tak bisa bendung air mataku, berat. Lagu itu mengingatkan ku pada Tersayangku, Tersayang yang menyakitiku, meninggalkanku dan tak mempedulikanku, malahan dia menuduhku selingkuh, tapi aku malah tak tega menyebutnya penghianat dan tukang selingkuh. Dia menuduhku tanpa bukti, sementara aku yang melihat perselingkuhannya dengan mata kepalaku sendiri tetap dengan tekun memberikan cinta untuknya, tidak menuduhnya, apalagi sampai mengatakan padanya kalau mataku menyaksikan kebohongannya.
Risa dan Lisa yang dari tadi hanya diam duduk dibangku penumpang depan dan belakang hanya diam tak berkomentar, sepertinya mereka kebingungan dengan sikapku, atau mereka bertanya-tanya kemana mereka akan kubawa setelah mereka kujemput ketempat mereka nangkring “Temankan aku ke Rumah Sakit bedah ya… rencannya aku mau masukin lamaran disana,, gak enak juga jadi pengangguran” kataku tanpa menoleh kemereka.. mereka tak menjawab,, tapi aku yakin mereka ga menolak,, kali aja mereka mengangguk
Detak jantungku sedikit lebih cepat, karna Rumah Sakit yang aku tuju tepat dibelakang kantor Tersayang sang penghianat, kumasuki gang sempit disamping kiri kantor itu, tepat dihadapanku mobil keluar dari kantor itu dan berlawanan arah denganku, dan saat kuingin mundur tuk memberikan jalan Ari keluar dari kantornya. Spotan mataku lebih awas dan dengan seksama mengulang kembali penglihatanku “Sa Sa,, bang Ari sa,, bang Ari,,, panggil sa panggil” ucapku spontan dan mendorong risa yang duduk dibangku penumpang depan untuk keluar.
Risa pun semangat keluar dan mengejar bang Ari, aku ga denger Risa bilang apa, bahkan akupun tak peduli mobil didepanku berkali-kali membunyikan klakson minta jalan. Aku malah matikan mesin mobil dan keluar dari mobil, Bang Ari masuk mobil dan membantu memundurkan mobil Alin untuk memberi lawan didepan itu jalan. Sebelum bang Ari keluar dari mobil dan pergi aku berdiri dipintu dan menahan agar dia gak keluar, tapi pertahananku lemah, aku masih saja termakan dengan janji-janji manisnya “nanti abang telpon”,, kalimat itu terlontar begitu saja dari mulutnya tanpa berpikir apakah dia sanggup menepati janjinya.
Aku tau itu hanya janji bohong untuk melepaskan diri lari dariku. Aku bahkan tak mengerti kenapa orang yang aku percaya bisa memiliki sikap seburuk itu padaku, apakah dia tak pernah mencoba memahamiku dan mencoba sedikit saja menghargai aku.
Oh Tuhan, rencanamukah ini?, kenapa aku harus bertemu dengannya dan melihat wajahnya?, sakit itu menusuk kembali. Walau sebenernya aku tak bisa sembunyikan rasa bahagiaku yang sedikit karna bisa melihat senyumnya yang sudah lama lari dariku dan bisa mendengar lagi suaranya yang sering memberikan janji-janji dan harapan hampa untukku. Tapi semua tak lebih dari rasa sakit yang akan bertambah seiring langkahnya yang berlalu meninggalkanku.
Suaranya teramat berat tuk kulupakan, kumasih teringat dengan kalimat-kalimat larangannya, yang melarang aku komunikasi dengan sahabat-sahabatku, melarangku untuk nelpon atau smsan dengan teman laki-laki, mewajibkan aku bangun pagi-pagi sekali, mengingatkan aku untuk rajin mandi dua kali sehari, keramas, sisir rambut, gak boleh ngomong keras dan kasar, gak boleh kemana-mana tanpa kasih tau. Tak satupun perintahnya yang tidak aku indahkan, tapi kenapa dia tak pernah mengerti keinginanku tuk kadang ingin bertemu dengannya, tak memahami bagaimana aku merindukannya. Hatiku dibutakan cinta, hatiku tak bisa lagi membedakan mana yang bener-bener cinta dan mana yang hanya permainan belaka.
Kini semua memang harus aku lupakan, bener-bener harus aku lupakan. Salah kalau harus memaksakan orang yang tidak cinta tuk tetap cinta dengan kita,sakit memang disaat ketulusan dibayar dengan penghianatan, sebaiknya jangan menyentuh hati seseorang bila tidak benar-benar mencintainya, jangan pernah menatap dalam matanya jika semuanya bohong, kejahatan yang paling kejam adalah membuat seseorang jatuh cinta sementara kamu tak peduli padanya. Kini walau semua terasa berat kuharap semua belum terlambat, kuyakin dalam hatiku masih ada cahaya kehidupan seperti yang dipesankan oleh adikku “kurasakan hitamnya cinta dari kisah lalumu, meski jauhnya jarak membentang, aku tau langkahmu kini teramat berat, kau berjalan sendiri mencoba merobek kerasnya kenangan lalu. Jangan salahkan hatimu jika masih teringat kenangan lalu, tapi marahlah pada dirimu jika kamu tidak mau berjalan jauh tuk pergi dari kubangan hitam ini. Aku percaya, dalam hatimu masih ada cahaya kehidupan, jadikan ia penuntun langkahmu, hingga nanti kau kembali kehidup yang penuh kebahagiaan”
Pesan dari adik angkatku itu membuaku meneteskan air mata kepiluan, hampir kumenyesal karna pernah hampir melupakannya atas perintah laki-laki yang aku sayangi. Ternyata memang, aku yang gampang dekat dan gampang beradaptasi dengan siapapun jadi alasan tuk dia meninggalkanku. Dia tak sedikitpun mencoba memahami dan mengerti, dengan siapapun aku dekat dan berteman tapi orang yang tersayang dihatiku hanya dia.tapi sikap adaptasiku malah menjadi alasan tuk dia pergi.
Oh Tuhan, terkadang aku bingung, harus dari mana kumulai kisah hidupku yang baru, semua tak segampang scenario sinetron yang bisa dimulai dari mana saja. Semua adalah kisah yang harus aku jalani dalam proses hidup yang engkau jatahkan untukku.
Mungkinkah semua sia-sia tuhan? Mungkinkah aku tak lagi punya harapan, karena semakin jauh kutatap kedepan, jalanan ini semakin dan semakin kelam, bahkan tak kulihat satu titik cahayapun dipenghujung sana, sementara aku masih berdiri pincang diatas lumpur panas yang sungguh buatku makin sakit. Ku memang tak kan pernah bisa membawa langkahku pergi ketempat yang dulu pernah bergelayut indah didermaga mimpiku, karna kakiku terseok-seok dalam lumpur kehinaan yang hitam. Kadang ku merasa lebih kecil dari kurcaci sehingga merasa tak mampu menggapai dunia yang semua orang pasti menginginkannya, karna ku tak punya pegangan, bahkan sekedar tongkat tua tuk memapah langkahku. Ku hanya bisa peluk hatiku dengan erat, berharap kepingan yang tersisa tidak hancur musnah seperti dia musnahkan hidupku dan hari depanku. Oh Tuhan, mohon beriku kekuatan T_T.
Hati terdalam memberikan cinta yang dalam dan indah, tak terpikir tuk melukai orang tersayang, kini tersayang menggoreskan luka yang dalam,,, cinta terdalam memberikan luka dihati yang terdalam. Kisah ini akan kusimpan ditempat terdalam yang terluka dan takkan kulupa sampai kumati……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar